Pengarahan & Pengembangan Organisasi
Pentingnya Motivasi
Dalam kehidupan sehari-hari yang
penuh dengan kegiatan perlu adanya motivasi agar kegiatan itu berjalan dengan
lancar sesuai keinginan dan mendapatkan hasil yang maksimal. Motivasi merupakan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan adanya motivasi kinerja kegiatan akan
terlihat apakah kita bekerja maksimal atau tidak dan tentunya akan berdampak
hasil yang didapat. Banyak sekali faktor-faktor yang membuat kita menjadi malas
dalam melakukan sesuatu. Misalnya dalam melakukan pekerjaan kita mendapat upah
kecil, sedangkan usaha yang kita berikan kepada perusahaan sangat besar
sehingga membuat kita tidak semangat lagi untuk bekerja di perusahaan itu.
Kegagalan yang kita dapatkan saat nilai ujian kita jauh dari hasil yang ingin
kita capai, membuat mahasiswa itu tidak bersemangat lagi dalam menjalani
perkuliahan.
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah kembali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah kembali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
A. Intern Individu
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan segala
sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh
setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan. Sebagai
contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk bekerja.
Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan. Kebutuhan
akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2. Harapan
Harapan merupakan sesuatu yang
kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila kita menabung
di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo kita. Harapan
akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada orang lain atas
kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka sehingga didapat
kepercayaan kambali dari mereka.
3. Kepuasan
Kepuasan merupakan perasaan
emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang termotivasi
melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai. Misalnya jabatan
dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri terhadap orang tersebut
setelah menjabatanya.
4. Pengembangan
Diri
Meliputi mengikutsertakan diri
terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang berharap yang dapat
digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik.
B. Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1. Lingkungan
Organisasi
Merupakan segala sesuatu yang
ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan memotivasi
orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2. Keseimbangan
dan Keadilan
Individu termotivasi untuk
melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah pekerjaan) yang diberikan
oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya mendapatkan upah/gaji
yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang baru di organisasi itu
seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut mendapatkan
prestasi baik di perusahaan tersebut.
3. Tujuan
Segala sesuatu yang kita ingin
capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi mendorong
anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Tantangan
Merupakan segala sesuatu yang
menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya tantangan itu
menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5. Hukuman
Merupakan balasan terhadap
segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan. Anggota-anggota
organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya
hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi itu. Hukuman itu
mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman itu bisa
berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
6. Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan seseorang
berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang untuk
bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi perilaku
anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung totaliter
membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala sesuatu
yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun apabila
kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan isi pikirannya
melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam
berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para
motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada
para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi
tersebut tercapai.
Pentingnya Motivasi Dalam
Belajar
Pengertian Motivasi
Menurut Walgito (2002) motif
berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak
atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang
mendorong untuk berbuat (driving force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri
sendiri tetapi saling terkait dengan faktor lain yang disebut dengan
motivasi.Menurut Caplin (1993) motif adalah suatau keadaan ketegangan didalam
individu yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju
pada tujuan atau sasaran. Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang
mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk
tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya (Woodworth dan Marques
dalam Mustaqim, 1991).Sedangkan menurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif
adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau
menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah
tujuan-tujuan tertentu.
Menurut Gunarsa (2003) terdapat
dua motif dasar yang menggerakkan perilaku seseorang, yaitu motif biologis yang
berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan motif sosial yang
berhubungan dengan kebutuhan sosial. Sementara Maslow A.H. menggolongkan
tingkat motif menjadi enam, yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan seks, kebutuhan akan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri (dalam Mahmud, 1990).
Terlepas dari beberapa definisi
tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa motif
adalah suatu dorongan dari dalam diri individu yang mengarahkan pada suatu aktivitas
tertentu dengan tujuan tertentu pula. Sementara itu motivasi didefinisikan oleh
MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992) sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
1. Motif
dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan
dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2. Motif
ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya
karena amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan
bertanya.
3. Motif
ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.
Pengertian Belajar
Menurut Skinner (dalam Syah,
2004) belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang
berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Wittaker (dalam Djamarah, 2002)
belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan dan pengalaman. Sementara itu Chaplin, 1993 dalam Kamus Psikologi
membatasi istilah belajar dalam dua rumusan: 1. belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan
pengalaman, 2. belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat
adanya latihan khusus.Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas, latihan atau kegiatan
lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif, afektif dan
psikomotorik pada individu yang bersangkutan.
Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah segala
sesuatu yang dapat memotivasi siswa atau individu untuk belajar. Ada dua motivasi
dalam belajar, yaitu motivasi Ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Menurut
Santrock (2007) motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) motivasi ekstrinsik sering
dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Sedangkan
motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi
sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), misalnya murid mungkin belajar
menghadapi ujian karena dia senang pada pelajaran yang diujikan. Dari pendapat
Santrock tersebut kiranya sudah sangat jelas bahwa motivasi belajar itu ada
yang bersifat instrinsik atau timbul dari dalam diri siswa sendiri ada juga
yang bersifat ekstrinsik atau muncul karena adanya imbalan atau hadiah dari guru
atau orang tua.
Motivasi dan Belajar
Lalu apa pentingnya motivasi
dalam belajar, tentu saja penting, diawal sudah dijelaskan bahwa motivasi
adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat mendorong untuk
melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, artinya tanpa motivasi
seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja
tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Menurut Syah (2004) dan
DePorter (2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar, yaitu:
1. Faktor
internal siswa: Aspek fisik (kelelahan, pendengaran, penginderaan, dll.), Aspek
Psikologis (Inteligensi siswa, bakat, sikap, minat, dan motivasi).
2. Faktor
eksternal: Lingkungan sosial (lingkungan rumah, lingkungan sekolah).
3. Faktor
pendekatan belajar
Motivasi dalam organisasi
Lima fungsi utama manajemen
adalah planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada
pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk
(organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya
adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah
ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat
para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang
termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya
akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para
bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai istilah digunakan untuk
menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need),
desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan
istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk kepada sebab,
arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai penyebab suatu perilaku
ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita bicara
mengenai arah perilaku seseorang ketika kita menanyakan mengapa ia lakukan
suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita bicara tentang persistensi ketika
kita bertanya keheranan mengapa ia tetap melakukan hal itu (Berry, 1997).
Suatu organisme (manusia/hewan)
yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan
lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu,
motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk
mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang
kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan
(Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai pada abad 17 dan 18, para
pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep
satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia.
Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang
menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan
nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat
tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya,
muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol
manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya
yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas
perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya
kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori Motivasi dapat diartikan
sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi
dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari
dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi,
Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1. Durasi
kegiatan;
2. Frekuensi
kegiatan;
3. Persistensi
pada kegiatan;
4. Ketabahan,
keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5. Devosi
dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6. Tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7. Tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan;
8. Arah
sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi,
kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
1. Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan);
2. Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi);
3. Teori
Clyton Alderfer (Teori ERG);
4. Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor);
5. Teori
Keadilan;
6. Teori
penetapan tujuan;
7. Teori
Victor H. Vroom (teori Harapan);
8. Teori
Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan
9. Teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi,
2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus
Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan)
Teori Motivasi
1. Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan
oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan
fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan
sex;
2. Kebutuhan
rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual;
3. Kebutuhan
akan kasih sayang (love needs);
4. Kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan
5. Aktualisasi
diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang
untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah
menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut
pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan
cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat,
jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia
itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa
dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa
pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan
“koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai
rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan
bahwa :
· Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
· Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
· Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang
teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan
fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi
pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang
teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik
orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
1. Sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
2. Menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
3. Menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan
mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori
Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan
akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R
= Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth
(kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat
persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam
teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila
teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
· Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
· Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
· Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini
didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
mungkin dicapainya.
4. Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah
memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud
faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud
dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong
sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan
yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang
lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam
memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat
faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang
bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada
pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha
yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
· Seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
· Mengurangi
intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi
tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding,
yaitu :
· Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
· Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
· Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
· Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan
pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian
kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul,
apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan
timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan
(goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa
dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
a. Tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian;
b. Tujuan-tujuan
mengatur upaya;
c. Tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan
d. Tujuan-tujuan
menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom
(Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya
yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya
sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu
hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang
sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan
sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan
akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya,
jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk
berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para
praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik
tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan
Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model
motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif
motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang
yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan
oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan
organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya
yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung
untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya
dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana
ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam
waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa
agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan
harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara
tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan
dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan
bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari
dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai
kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan
di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi
seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a. Persepsi
seseorang mengenai diri sendiri;
b. Harga
diri;
c. Harapan
pribadi;
d. Kebutuhaan;
e. Keinginan;
f. Kepuasan
kerja;
g. Prestasi
kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
a. Jenis
dan sifat pekerjaan;
b. Kelompok
kerja dimana seseorang bergabung;
c. Organisasi
tempat bekerja;
d. Situasi
lingkungan pada umumnya;
e. Sistem
imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Rujukan :