Multimedia
Teknik Okulasi Pada Jeruk (Citrus sp.)
Unknown

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jeruk berasal dari Asia Tenggara, India, Cina, Australia dan Kaledonia Baru, tetapi perkebunan jeruk terluas berada di daerah subtropis yaitu: USA, Italia, Spanyol, Israel, Mesir. Di Asia terdapat di Jepang, Cina, Taiwan, Korea,India, dan Irak, sedangkan negara-negara tropis tercatat antara lain Venezuela, Ekuator, dan Peru (Barus dan Syukri, 2008).
Jeruk Manis (Citrus sp.)

Pada mulanya, jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah makan. Akan tetapi karena kulitnya tebal dan susah dikupas,seringkali orang memerasnya untuk mengambil airnya. Air buah jeruk ini dapat dikonsumsi dalam bentuk air buah segar, didinginkan terlebih dahulu, atau dipasteurisasi agar lebih tahan lama. Adapula yang dipekatkan dan dijadikan tepung (Pracaya, 2009).

Jeruk adalah buah-buahan yang nilai gizinya cukup tinggi dan memberi penghasilan yang tidak sedikit artinya bila diusahakan secara sungguh-sungguh. Di samping itu buah jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang mengandung zat-zat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari mutlak dibutuhkan dan makin digemari masyarakat (Joesoef, 1993).

Pertanaman jeruk di Indonesia selain jumlah dan luas pertanaman masih perlu ditingkatkan, penerapan teknologi budidaya pun harus ditingkatkan, khususnya di tingkat petani. Rendahnya produksi dan pendeknya umur jeruk di Indonesia yang disebabkan oleh serangan penyakit membuktikan bahwa teknik budidayanya belum sepenuhnya diterapkan. Dengan teknik budidaya yang benar, pada umur diatas 25 tahun tanaman jeruk masih sangat produktif (Soelarso, 1996).

Berkenaan dengan usaha pengembangan dan pembudidayaan tanaman jeruk, terasa sangat penting memperkenalkan jeruk dan kerabatnya kepada petani. Hal ini agar petani dapat lebih mengerti dan mencintai serta mengetahui manfaatnya dalam menunjang kehidupan dan ekonomi petani. Wilayah Sumatera Utara yang telah lama dikenal sebagai salah satu sentra agribisnis buah-buahan seperti jeruk, ternyata dalam eraglobalisasi tidak mampu bersaing dengan buah jeruk daerah lain (Barus dan Syukri, 2008).

Walaupun populasi tanaman mengalami peningkatan yang tajam, namun sampai saat ini produksi jeruk belum memenuhi harapan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan para petani dalam hal bercocok tanam jeruk yang benar. Kendala lain yang menyebabkan produk buah jeruk di Indonesia belum memenuhi harapan adalah adanya serangan penyakit CVPD sehingga banyak tanaman jeruk menjadi musnah (AAK, 2004).

Pembiakan aseksual atau pembiakan secara tak kawin adalah dasar dari pembiakan vegetatif, memungkinkan tanaman-tanaman memulikan dirinya dengan regenerasi dari jaringan-jaringan dan bagian-bagian yang hilang. Pembiakan ini terjadi dengan menggunakan bagian tumbuh induknya. Pada banyak tanaman, pembiakan vegetatif merupakan prose salami, sedangkan pada tanaman lain sedikit banyak secara buatan. Cara-cara pembiakan vegetatif sangatlah banyak dan pemilihan cara tergantung pada tanahnya dan tujuan pembiakan. Pembiakan vegetatif tanaman dapat terjadi secara alamiah atau dibuat oleh manusia. Secara alamiah perkembangan terjadi melalui pembelahan sel, spora, tunas, rhizome dan geragih sedangkan pembiakan vegetatif buatan dimanfaatkan melalui cara stek, cangkok, okulasi dan menyambung (http://www.mlusmays.multiply.com, 2010).

Pengadaan bibit secara okulasi ini sudah banyak dikembangkan, terutama dalam usaha menciptakan bibit-bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan terhadap kemungkinan serangan hama serta penyakit (AAK, 2004).

Secara umum, bibit okulasi dapat dikatakan paling diminati karena merupakan perpaduan dua sifat unggul tetuanya. Batang bawah bibit okulasi tidak berasal dari sembarang jenis jeruk. Jeruk yang biasa dibuat sebagai batang bawah adalah rough lemon, japanese citroen, keprok kleopatra mandarin, keprok ragi, keprok uwik, jeruk nipis, dan jeruk poncirus (Tim Penulis PS, 2003).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui teknik-teknik yang dilakukan pada okulasi tanaman jeruk (Citrus sp.)

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti pra praktikal test di Laboratorium Agronomi Tanaman Buah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
 Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
-


TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Soelarso (1996), tanaman jeruk (Citrus sp.) mempunyai sistematika sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus sp.

Ujung akar selalu terdiri dari sel-sel muda yang senantiasa membelah dan merupakan titik tumbuh akar jeruk. Keadaan sel akar ini sangat lembut, sehingga mudah sekali rusak kalau menembus tanah yang keras dan padat. Ujung akar terlindungi oleh tudung akar (calyptra), yang bagian luarnya berlendir, sehingga ujung akar mudah menembus tanah. Bagian luar tudung akar ini cepat rusak (aus), tetapi di dalamnya selalu ditumbuhi oleh sel-sel baru lagi. Di belakang titik tumbuh, sel-sel terbagi-bagi di bagian luarnya yang akan menjadi kulit luar. Tepat dibawah kulit luar ada kulit pertama dan ditengah-tengahnya merupakan pusat yang disebut empulur. Epidermis (kulit luar) terdiri dari susunan sel-sel dan di antara sel-sel itu tidak terdapat celah-celah, sebab sel-sel ini saling berhimpit (AAK, 2004).

Pohon jeruk yang sekarang ditanam di Indonesia berbentuk bulat dan tingginya dapat mencapai 5-15 meter. Jeruk keprok berbatang rendah tingginya 2-8 meter, tajuk pohon tidak beraturan, dahan kecil, cabangnya banyak, tajuknya rindang dan letak dahan berpencar. Lingkar batang 12-36 cm (Soelarso, 1996).

Bentuk daun bulat telur (elips), panjangnya lebih kurang 5-15 cm dan lebar 2-8 cm. Ujungnya runcing sedikit tumpul dan biasanya sedikit berlekuk. Bagian tepi daun kadang-kadang bergerigi halus, tidak berbulu pada kedua permukaannya. Permukaan atas berwarna hijau tua mengilat dengan titik-titik kuning muda, permukaan bawah berwarna hijau muda sampai hijau kekuningan kusam dengan titik-titik hijau tua. Bila daun dimemarkan akan timbul bau harum khas jeruk. Tulang daun bagian bawah bila dilihat dari permukaan bawah berwarna hijau muda, mempunyai cabang berjumlah 7-15 pasang. Setelah sampai di tepi, melengkung dan bertemu menjadi satu dengan tulang daun tepi. Tangkai daun pendek, setengah bulat, bagian bawah berwarna hijau muda (hijau kekuningan), bagian atas datar dengan alur, berwarna hijau tua, mempunyai sayap daun yang bentuknya bulat telur terbalik memanjang (obovate-oblong), panjang 0,5-3,5 cm dan lebar 0,2-1,5 cm (Pracaya, 2009).

Tamanan jeruk berbunga majemuk yang keluar dari ketiak daun di ujung cabang. Bunga kecil dan bertangkai pendek dengan daun pelindung kecil serta berbau harum. Kelopak bunga bentuknya cawan bulat telur, dan tajuk bunga ada lima lembar dengan bentuk bulat telur panjang kearah pangkal disertai ujung menyempit. Putik berwarna putih bintik-bintik dan berkelenjar serta umumnya berbunga diakhir musim kering. Bakal buah bentuknya seperti bola dengan garis tengahnya 0,15-0,20 cm. Buah yang sudah jadi bentuknya agak besar, beruang antara 9-19 ruangan dengan pangkal buah adalah pendek. Buah yang sudah tua warna kulitnya ada hijau tua, hijau muda, kuning, orange dengan kulit mengkilap, licin dan penuh pori-pori (Barus dan Syukri, 2008).

Buah jeruk ada yang berbentuk bulat, oval (hampir bulat), atau lonjong sedikit memanjang. Tangkai buah rata-rata besar dan pendek. Kulit buah ada yang tebal dan ulet, tetapi ada juga yang tipis tidak ulet, sehingga kulit mudah dilepas. Dinding kulit buah jeruk berpori-pori. Terdapat kelenjar-kelenjar yang berisi pectin. Kadar pectin yang paling tinggi terdapat pada jeruk garut, yakni 3-3,5%, lebih tinggi jika dibandingkan engan jeruk siam dan jeruk bali. Kandungan pectin terbanyak ada di lapisan dalam kulit jeruk yang sering disebut albedo (AAK, 2004).

Biji jeruk harus segera disemaikan dalam keadaan masih segar. Biji jeruk tidak mengalami masa dormansi, bila kekeringanakan rusak. Temperatur optimal lebih kurang 32oC. Dalam beberapa hari setelah disemai, biji jeruk kelihatan menggembung karena mengabsorpsi air (Pracaya, 2009).

Syarat Tumbuh

Iklim

Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-40oLU dan 20-40oLS. Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan disekitar katulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2.000 m dpl (Pracaya, 2009).

Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara 25-30oC. Aktivitas pertumbuhan jeruk sangat terganggu bila suhu kurang dari 13oC, tetapi masih dapat bertahan pada suhu 38oC. Untuk jeruk keprok temperatur rata-rata yang diperlukan adalah 20oC (Soelarso, 1996).

Tanaman jeruk membutuhkan banyak penyinaran matahari, yaitu sekitar 50-70%. Keadaan udara yang lembab akan menimbulkan lebih banyak penyakit cendawan, sebaliknya keadaan udara yang kering akan menimbulkan lebih banyak serangan hama terutama scale insect (kutu perisai) dan kutu penghisap lainnya. Di daerah-daerah jeruk di Indonesia rata kelembabannya berkisar 50-85% dan 70-80% (Joesoef, 1993).

Kebun jeruk yang sering dilanda angin cukup besar, perlu ditanami tanaman penahan angin. Angin dengan kecepatan 24-32 km per jam menyebabkan buah jeruk seperti tergores, kecepatan 40-48 km per jam buah akan terguncang-guncang., mungkin juga ada yang rontok, kecepatan 48-64 km per jam buah yang masak akan rontok semua, terutama pada kebun jeruk yang tak mempunyai tanaman penahan angin. Apabila kelembaban rendah dan temperatur tinggi, maka angin akan menyebabkan kekeringan daun dan ranting-ranting yang kecil mati (Pracaya, 2009).

Tanah

Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7-27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik. Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk (http://www.pusri.co.id, 2010).

Kondisi tanah yang cocok untuk tanaman jeruk adalah sandy loam dan clay. Yang penting keadaan tanah tersebut harus selalu gembur dan tidak menyimpan air terlalu banyak (poreous). Kandungan air yang baik adalah pada kedalaman 50-150 cm di bawah permukaan tanah, dan apda kedalaman 150-200 cm di bawah permukaan tanah masih dapat juga ditanami jeruk (AAK, 2004).

Jeruk siam membutuhkan pH tanah antara 5-7,5. Hasil maksimum diperoleh pada pH 6. Pada tanah yang ber-pH dibawah kisaran tersebut, tanaman jeruk memperlihatkan gejala yang sama dengan defisiensi unsur hara: daun menguning dan buahnya tidak dapat berkembang dengan baik. Sedangkan pada tanah yang mempunyai pH diatas kisaran tersebut, tanaman jeruk memperlihatkan gejala seperti kekurangan unsur borium pada pucuk-pucuk daun. Jika terpaksa menanam pada tanah di luar kisaran pH tersebut, maka perlu dilakukan netralisasi tanah (Tim Penulis PS, 2003).



Teknik Okulasi Pada Tanaman Jeruk (Citrus sp. )

Pengertian Okulasi

Okulasi sering juga disebut dengan menempel, Oculatie (Belanda) atau Budding (Inggris). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakartan yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas (http://www.mlusmays.multiply.com, 2010).

Untuk membuat bibit jeruk berupa okulasi atau sambungan (grafting) perlu diperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Mempunyai sendiri pohon induk untuk batang bawah dan atas, sehingga tidak dari orang lain.
2. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang cara meng-okulasi dan menyambung.
3. Mempunyai pengetahuan tentang berbagai macam hama dan penyakit serta tentang cara penanggulangannya.
4. Cukup mempunyai alat-alat yang diperlukan, yaitu pisau tempel/pangkas, gunting pangkas, gunting pangkas, dan alat-alat pertanian lainnya.
5. Cukup tersedianya pupuk kandang dan pupuk buatan.
6. Mempunyai pengetahuan tentang tanda-tanda dan menyeleksi semai (seedling) yang baik (vegetatif) untuk batang bawah
(Joesoef, 1993).

Tanaman jeruk merupakan tanaman tahunan (perennial), sehingga dlam perbanyakannya dilakukan secara vegetatif, yaitu penyambungan tanaman. Pedoman pemilihan bibit berkualitas antara lain:
a. Bibit harus bebas dari penyakit sistemik seperti CVPD.
b. Bibit harus bersertifikat atau berlebel oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
c. Bi bit harus dari perbanyakan vegetatif dengan penyambungan tanaman (enten dan okulasi), dengan batang bawah pilihan.
d. Tinggi bibit sebaiknya sudah mencapai tinggi 60-80 cm dan mempunyai sistem percabangan yang menyebar.
e. Bibit sehat, pertumbuhan vigor, batang kokoh, daun lebat, berwarna hijau tua, permukaan kulit mulus halus sarta berwarna kecoklatan
(Barus dan Syukri, 2008).

Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kulitnya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif (Wudianto, 2001).

Batang Bawah untuk Okulasi

Umur batang bawah untuk dapat diokulasi sangat beragam tergantung kepada jenis tanamannnya. Ada yang masih berumur 9 bulan sudah bisa diokulasi, tetapi ada juga lebih dari 4 tahun baru bisa diokulasi. Tetapi yang umum tanaman dapat diokulasi lebih kurang berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai sebesar ibu jari (Wudianto, 2001).

Tanaman yang dijadikan sebagai batang bawah harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sistem perakaran harus cukup kuat, serta mampu beradaptasi pada keadaan tanah yang kurang mendukung
2) Berkecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas yang digunakan, sehingga dapat hidup bersama secara ideal dan dalam waktu tertentu.
3) Batang dan akar cukup kuat sehingga mampu menahan batang atas terutama pada jenis tanaman berbuah lebat.
4) Tidak mengurangi kuantitas maupun kualitas buah pada tanaman yang berbentuk sebagai hasil sambungan.
(Barus dan Syukri, 2008).

Menurut Joesoef (1993), batang bawah mempunyai ciri:
a. Perakaran yang kuat dan dalam serta tahan terhadap penyakit akar dan batang.
b. Pertumbuhan kuat dan sehat serta dapat tumbuh serasi dengan batang ats (compatible).
c. Toleran terhadap penyakit virus Tristeza.
d. Buah dan biji banyak.
Batang Atas untuk Okulasi

Batang atas dari bibit okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman yang kita kehendaki. Agar okulasi memuaskan tentu saja mata ini harus diambil dari pohon induk yang subur dan dari cabang yang tidak terserang hama-penyakit. Sebab penyakit dapat ditularkan oleh mata yang ditempelkan. Bentuk mata yang baik adalah bulat dan besar-besar. Mata demikian dapat diperoleh dari cabang yang telah berumur lebih-kurang 1 tahun. Jika cabang yang diambil matanya masih terlalu muda biasanya mata sulit untuk dilepas. Tanda cabang yang memenuhi syarat adalah berwarna hijau kelabu atau kecoklatan (Wudianto, 2001).

Tanaman yang dijadikan batang ats haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Berasal dari pohon yang sehat, terutama bebas dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
2) Berasal dari pohon yang sifat-sifatnya sesuai dengan sifat yang diinginkan.
3) Tidak mengurangi kualitas batang bawah, pada tanaman yang terbentuk sebagai hasil sambungan.
(Barus dan Syukri, 2008).

Menurut Joesoef (1993), syarat batang atas adalah:
1. Produksi tinggi dan kualitas buah baik.
2. Pohon sehat, terutama bebas dari penyakit virus Tristeza dan CVPD.
3. Umur tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
4. Ranting untuk mata tempel dan sambungan tidak berduri dan tidak ada menunjukkan gejala-gejala kuning atau mutasi.
5. Pohon induk berada ditempat yang sekitarnya (radius 5 km) tidak ada tanaman yang sakit, terutama CVPD.

Tahap Okulasi

Persiapan Batang Bawah

Supaya okulasi berhasil dengan baik dicari tanaman yang kulitnya mudah dikupas dari kayunya, yaitu tanaman yang masih aktif dalam pertumbuhannya sel-sel kambium aktif dalam pembelahan diri dan akan segera membentuk jaringan baru bila kulit diambil dari kayunya (Pracaya, 2009).

Bentuk irisan batang bawah bergantung pada cara okulasi yang kita pilih. Misalnya kita melakukan irisan dengan benntuk huruf T. Irisan ini kita buat pada bagian kulit yang halus. Kurang lebih pada batang 20 cm di ats permukaan tanah. Dalam membuat irisan ini kita harus hati-hati, irisan tidak boleh terlalu dalam. Kedalaman yang baik adalah setebal kulit batang. Jika irisan terlalu dalam dan melukai bagian kayunya dapat mengakibatkan kegagalan okulasi (Wudianto, 2001).

Pengambilan Mata Tunas

Untuk mata tunas harus diambil dari ranting pohon yang sudah terpilih dan memenuhi beberapa persyaratan. Ranting yang diambil tidak menunjukkan gejala-gejala menguning dan mutasi. Mengambil ranting itu jangan diwaktu siang hari, sebab keadaan ranting waktu itu kurang baik (Joesoef, 1993).

Pengambilan mata tunas dapat dilakukan dengan 3 cara, dengan demikian dapat diperoleh mata tempel yang sesuai dengan cara yang digunakan. Etiga macam bentuk pengambilan mata tunas yaitu segi empat, sayatan, dan bulat. Bentuk segi empat diperoleh dengan mengiris secara horizontal 1,5 cm di atas dan di bawah mata, kemudian unung-ujung irisan kita hubungkan sehingga membentuk segi empat (Wudianto, 2001).

Penyisipan Mata Tunas

Langkah ini harus kita lakukan secara hati-hati. Pokok keberhasilan dari okulasi adalah pada saat menyisipkan mata tunas. Mata tunas yang kita peroleh kita sisipkan di bawah kulit batang pokok yang telah diiris. Atau bila menggunakan pisau haji ali bulatan mata tunas ini kita tempelkan tepat pada irisan bulat yang telah kita buat sebelumnya. Dalam penyisipan atau penempelan mata tunas jangan sampai ada kotoran yang menempel pada kambium, karena dapat mengganggu menyatunya penempelan (Wudianto, 2001).

Ranting mata tempel yang berbentuk bulat mempunyai mutu yang lebih baik yang dibandingkan dengan yang bentuknya segitiga dan relatif masih pipih. Untuk mencegah berkembangnya cendawan, perlu dilakukan beberapa perlakuan, yakni: setelah ranting mata tempel diambil dari pohon induk, untuk menghindari penguapan yang berlebihan, daun pada ranting mata tempel perlu dibuang. Selanjutnya, ranting mata tempel perlu dibuang. Selanjutnya ranting mata tempel dicuci dengan air, kemudian direndam dengan klorox 10% selama 1 menit. Selanjutnya dikeringanginkan dan direndam dalam benomil 1% atau benlate selama 1 menit, kemudian dikeringanginkan lagi (jangan lebih 15 menit) (Soelarso, 1996).


Pengikatan Tempelan

Adapun pada bibit okulasi, potongan batang bagian bawah merupakan batang hasil persemaian biji. Sementara batang bagian atas berasal dari ’mata tempel’ pohon induk yang tumbuh menyamping. Pada tempat ’mata tempel’, kulitnya masih menampakkan bekas tempelan yang nyata (Setiadi dan Parimin, 2003).

Dalam kondisi tertentu, bila memperoleh ranting mata tempel yang pangkalnya berbentuk bulat tetapi bagian atas/pucuk masih berbentuk segi tiga, maka mate tempel yang terletak pada bagian bawah dapat ditempel dengan okulasi biasa. Sedangkan untuk bagian tengah dan ujungnya dapat digunakan okulasi irisan dan okulasi T (Soelarso, 1996).

Untuk mengikat tempelan kita bisa menggunakan pita plastik polivinil klorida. Ukuran dari pita plastik yang digunakan umumnya panjang 20 cm, lebar 1,5 cm, dan tebalnya 1 mm. Cara mengikat tempelan dari bawah ke atas atau sering disebut dengan sistem genting. Yang perlu diperhatikan dalam pengikatan ini adalah bagian mata tempel jangan diikat terlalu keras sehingga dpat mengakibatkan kerusakan pada mata tempelan. Mata ini bisa saja tidak diikat, tetapi bahayanya bila kena hujan akan membusuk (Wudianto, 2001).

Pembukaan Sayatan

Setelah kurang lebih dua minggu dari waktu pengikatan, kini tiba saatnya melakukan pemeriksaan berhasil tidaknya pengokulasian. Ikatan kita buka, lau mata tempelannya dilihat. Apabila warna mata tempelan itu telah menjadi hijau kemerahan atau hitam, ini berarti pengokulasian kita tidak berhasil atau mata tempelannya tidak berhasil. Tetapi jika mata tempelan masih kelihatan hijau segar dan sudah melekat dengan batang pokok, ini pertanda bahwa okulasi kita berhasil (Wudianto, 2001).

Semua pekerjaan tersebut diatas harus dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Sebab jika tidak mata tempel dan batang bawah yang sudah dikelupas kulitnya akan menjadi kering dan tempelan itu akan gagal pula/tidak jadi (Joesoef, 1993).

Pemotongan Batang Pokok

Bila telah ada kepastian bahwa mata tempelan sudah hidup, selanjutnya adalah memotong batang pokok. Pemotongan batang pokok ada tiga cara, kita tinggal memilih dari ketiga cara tersebut.
1. Batang pokok langsung dipotong 1 cm diats mata tempelan, dengan bentuk potongan miring ke belakang sehingga air hujan atau air siraman dapat jatuh ke bawah dan tidak akan ”mangkal” pada tempelan mata.
2. Batang pokok dipotong 10 cm diatas mata tempelan. Dengan tujuan agar apabila tunas telah tumbuh tinggi dapat dipergunakan untuk mengikat batang agar dapat tumbuh tegak lurus. Apabila tunas telah tumbuh sampai 30 cm, maka batang pokok ini akan kita potong dangan ketinggian 1 cm diats mata tempelan.
3. Pada pemotongan ketiga tidak dilakukan sekaligus. Kedalaman pemotongn cukup setengah dari diameter batang pokok, kemudian batang pokok direbahkan.
(Wudianto, 2001).

Menurut Joesoef (1993). Perlakuan dan pemeliharaan selanjutnya setelah ditempel adalah sebagai berikut
a) Setelah tempelan itu jadi, batang bawah pada ketinggian 10 cm diatas tempat penempelan disayat ± 2/3 bagian, kemudian dipatahkan sehingga terkulai (menggantung).
b) Dengan cara demikian tunas akan cepat tumbuh dari mata tempel dan enam bulan setelah ditempel sudah dapat dipindahkan ke dalam keranjang atau 9 bulan sesudah ditempel sudah dapat menjadi bibit berupa stump.
c) Tunas-tunas yang tumbuh dibawah tempelan pada batang bawah dibuang, sehingga tunas dari mata tempel dapat dengan leluasa tumbuh.
d) Tunas dari mata tempel dibiarkan tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang sampai setinggi ± 60 cm.

Kelebihan dan Kekurangan Okulasi

Kelebihan Okulasi

Keuntungan-keuntungan pembiakan vegetatif antara lain adalah bahan-bahan heterozigot dapat dilestarikan tanpa pengubahan pembiakan vegetatif lebih baik dibandingkan pembiakan secara generatif. Karena pada pembiakan vegetatif satu tumbuhan induk dapat menghasilkan beberapa individu baru dalam waktu yang cukup singkat, banyak tanaman yang dikembangkan secara vegetatif dapat melestarikan sifat hasil yang dimiliki oleh tanaman induk (http://www.mlusmays.multiply.com, 2010).

Keuntungan dari memperbanyak dengan cara okulasi dan sambungan ialah, bahwa kita dapat membuat bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat (Joesoef, 1993).

Kelemahan Okulasi

Kekurangan dan kerugian dari pembiakan vegetatif adalah biasanya tanaman yang berfungsi sebagai tanaman induk mudah rusak. Jumlah biji yang diperoleh terbatas, perakaran tanaman hasil biakan vegetatif kurang, dan umur tanaman lebih pendek (http://www.mlusmays.multiply.com, 2010).



KESIMPULAN

1. Supaya okulasi berhasil dengan baik dicari tanaman yang kulitnya mudah dikupas dari kayunya.
2. Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kulitnya.
3. Tanaman dapat diokulasi lebih kurang berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai sebesar ibu jari.
4. Batang atas dari bibit okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman yang kita kehendaki.
5. Keuntungan dari memperbanyak dengan cara okulasi dan sambungan ialah, bahwa kita dapat membuat bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
6. Kekurangan dan kerugian dari pembiakan vegetatif adalah biasanya tanaman yang berfungsi sebagai tanaman induk mudah rusak.



DAFTAR PUSTAKA

AKK, 2004. Budidaya Tanaman Jeruk. Kanisius, Yogyakarta.

Barus, A. dan Syukri, 2008. Agroteknologi Tanaman Buah-Buahan. USU-Press, Medan.

http://www.mlusmays.multiply.com, 2010. Perbanyakan Vegetative. Diakses tanggal 7 Maret 2010.

http://www.pusri.co.id, 2010. Jeruk (Citrus sp.). Diakses tanggal 7 Maret 2010.

Joesoef, M., 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Pracaya, 2009. Cet. XV. Jeruk Manis Varietas, Budidaya, dan Pascapanen. Penebar Swadaya, Jakarta.

Redaksi Agromedia, 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Cet. I. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Setiadi dan Parimin, 2003. Budidaya Jeruk Asam di Kebun dan di Pot. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soelarso, R. B., 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.

Tim Penulis PS, 2003. Peluang Usaha dan Pembudidayaan JERUK Siam. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wudianto, R., 2001. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Cet. XV. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pertanian, 2012.http://kadutzatph.blogspot.com/2012/11/okulasi-jeruk.html. Diakses Pada Tanggal 25/08/2013. Padang, Sumatera Barat.

Unknown

Hello Gaisss! Welcome To Blog Ferdi Pardomuan Girsang!!! And Thank You For You Already Visit Blog I'm